Jakarta, SEHATYNEWS – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan melalui Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A di Pelabuhan Tanjung Priok, telah mengadakan sosialisasi terkait perubahan dalam prosedur pengajuan layanan pindah lokasi penumpukan (PLP) peti kemas, atau yang dikenal dengan istilah “overbrengen,” di pelabuhan tersibuk di Indonesia.
Sosialisasi ini, yang dilakukan baru-baru ini kepada para pengelola terminal peti kemas dan para pemangku kepentingan di pelabuhan tersebut, mengacu pada ketentuan yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 216/PMK.04/2019 tentang Angkut Terus atau Angkut Lanjut Barang Impor atau Ekspor.
Selain itu, perubahan ini juga merujuk pada Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Perdirjen) Nomor PER-13/BC/2020 yang memberikan petunjuk pelaksanaan terkait angkut terus atau angkut lanjut barang impor atau ekspor.
Perubahan dalam prosedur PLP ini juga berkaitan dengan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 116 Tahun 2016 tentang Pemindahan Barang Yang Melewati Batas Penumpukan (Long Stay) di Pelabuhan Utama Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung Priok, Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan Pelabuhan Utama Makassar. Peraturan ini telah mengalami perubahan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2017.
Saat ini, di kawasan Pabean Pelabuhan Tanjung Priok terdapat lima fasilitas terminal peti kemas yang melayani ekspor dan impor, yaitu Jakarta International Container Terminal (JICT), Terminal Peti Kemas (TPK) Koja, New Priok Container Terminal-One (NPCT-1), Terminal Mustika Alam Lestari/NPH, dan Terminal 3 Priok yang dikelola oleh IPC TPK/Pelindo.
Prosedur terbaru untuk Pengajuan Permohonan Layanan pindah lokasi penumpukan (PLP) di Pelabuhan Tanjung Priok akan mulai berlaku pada tanggal 1 November 2023. Sebelumnya, KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok telah melakukan uji coba pada tanggal 17-20 Oktober 2023 dan melakukan sosialisasi sejak tanggal 23 Oktober 2023.
Dalam prosedur terbaru ini, ada penambahan ketentuan mengenai alasan dan dokumen pendukung yang diperlukan untuk melakukan ocerbrengen peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok. Izin PLP dapat diberikan jika:
a. Tingkat penggunaan lapangan penumpukan (yard occupancy ratio) atau tingkat penggunaan gudang (shed occupancy ratio) Terminal Peti Kemas sebanding atau melebihi batas standar yang ditetapkan oleh instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang pelabuhan, yaitu sebesar 65% sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 116 Tahun 2016; atau
b. Barang impor melebihi batas waktu penumpukan di lapangan penumpukan terminal peti kemas lini 1, yaitu lebih dari 3 hari sejak barang ditumpuk di lapangan penumpukan, sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 116 Tahun 2016.
Selain itu, pengajuan permohonan PLP harus disertai dengan dokumen pendukung yang menjelaskan bahwa standar utilisasi atau Yard Occupancy Ratio (YOR) barang impor di Tempat Penimbunan Sementara Terminal Lini I telah melampaui standar yang ditetapkan, atau barang impor telah melewati batas waktu penumpukan (long stay) di Tempat Penimbunan Sementara Terminal Lini I.
Dokumen pendukung lainnya juga harus menggambarkan ketersediaan sarana prasarana di Tempat Penimbunan Sementara yang relevan dengan penanganan barang-barang tertentu, seperti barang berbahaya atau barang yang memerlukan penanganan khusus.
Selanjutnya, dokumen pendukung juga harus mencantumkan kondisi fasilitas Tempat Penimbunan Sementara (TPS) yang akan digunakan untuk pelayanan segera atau untuk pelayanan barang kiriman pos. Dokumen ini juga harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya stagnasi atau keadaan darurat di Tempat Penimbunan Sementara Terminal Lini 1.***